Kegiatan kampanye tak dapat dipisahkan dari kegiatan pemilihan umum. Para bakal calon mulai mempromosikan dirinya dan memplubikasikan visi dan misinya pada khalayak umum. Jalan yang ditempuh untuk berkampanye pada masing masing bakal calon pun berebeda - beda. Mulai dari memberikan selebaran, kaos oblong bergambar bakal calon, bunga , ataupun memasang spanduk, papan iklan, ataupun stiker yang terkadang dipasang semrawutan dan tidak pandang tempat, sehingga merusak keindahan lingkungan. Tak jarang para bakal calon dengan sembunyi sembunyi memberikan sejumlah uang kepada para simpatisan sebagai tanda "peduli" berkedok pamrih , agar para simpatisan mau memilih calon tersebut. Hal inilah sebenarnya yang sangat disayangkan dalam perjalanan demokrasi di negeri kita ini. Yach, seperti yang terjadi pada masyarakat kita pada umumnya, memberikan uang suap / pelicin ataupun apalah namanya itu sudah menjadi rahasia umum yang berjalan di tengah tengah kehidupan masyarakat kita. Walaupun Komisi Pemilihan Umum setempat telah melarang adanya praktek "money politic" tersebut, toh peraturan hanya tinggal peraturan, yang hanya ditulis diatas selembar kertas yang tak berarti. Dalam prakteknya di lapangan kegiatan money politic ini sangat jelas ketara, saya sendiri pernah mengalaminya ketika pilkada di wilayah saya belum lama ini. Yah, sebagai manusia biasa, jika di beri uang , saya pun menerimanya, lumayan bisa menambah uang saku sekolah saya

Yach, pada akhirnya semua dikembalikan pada rakyat sebagai pemegang hak memilih. Itulah sebagian sisi buruk demokrasi yang mungkin akan sulit dihilangkan di negeri ini selama kemiskinan dan kesengsaraan hidup masih merajalela.

0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar Anda !